Review buku "Jugun Ianfu Jangan Panggil Aku Miyako" karya E.Rokajat Asura


Review buku Jugun Ianfu Jangan Panggil Aku Miyako

Judul                           : Jugun Ianfu Jangan Panggil Aku Miyako
Penulis                        : E.Rokajat Asura
Jumlah Halaman         : 321
Penerbit                       : Edelweiss
Tahun Terbit                : 2015
Tebal                           : 321 Halaman
ISBN                           : 978-602-8672-66-5
Genre                          : Sejarah


Perempuan cantik itu bernama Lasmirah. Impian untuk jadi penyanyi, membawanya ke Borneo. Tapi siapa yang akan mengira bila impian itu seketika sirna, berganti penderitaan panjang tanpa ujung. Terjebak di Asrama Telawang sebagai seorang jugun ianfu atau budak seks, Lasmirah-Miyako nama Jepangnya-tak punya banyak pilihan. Ia tak lebih dari boneka hidup yang siap digilir sesuka hati tamu. Harapan akhirnya muncul. Bukan untuk jadi penyanyi. Tapi harapan ketika ia berkenalan dengan seorang perwira menengah Jepang, Yamada. Hidup di Jepang atau Jawa, dua pilihan yang sempat membuat hati Miyako berbunga. Melambungkan harapan. Ia tak pernah mengira bila semua itu hanya ilusi, seperti juga harus melayani Tuan Kei yang lembut, senang menyanyi, dan pandai bermain harmonika.

Lalu apakah kemunculan prajurit KNIL, Pram, dalam kehidupan Miyako juga sebuah ilusi? Bagaimana Yamada ketika tahu Miyako berhubungan dengan ‘pacar jawanya’ itu? Kekalahan Jepang dari sekutu kemudian mengubah semuanya. Pram dan Yamada akhirnya harus berhadapan bukan saja sebagai pribumi dan penjajah, tapi juga gua seteru yang sama-sama mengharap cinta dari seorang perempuan bernama Miyako. Rimba Borneo menjadi titik akhir ketika sebuah peluru mengubah semuanya.

Buku ‘Jugun Ianfu Jangan Panggil Aku Miyako’ merupakan buku sejarah yang berisi cerita masa penjajahan Jepang di Indonesia, dimana banyak perempuan muda yang dikirim ke Borneo untuk menjadi budak seks tentara Jepang yang disebut ‘Jugun Ianfu’. Tokoh utamanya bernama Lasmirah, atau Miyako nama Jepangnya, merupakan gadis muda berasal dari Yogya yang memiliki suara merdu. Ia ditawari pekerjaan menjadi penyanyi di Borneo oleh Zus Mer, seorang penyanyi grup sandiwara. Lasmirah yang percaya diri dengan suaranya itu tertarik dan senang, akhirnya ia pun berangkat ke Borneo. Alih-alih menjadi penyanyi, Lasmirah malah ditempatkan di Asrama Telawang sebagai budak seks tentara Jepang. Selama disana, ia dipaksa melayani tentara Jepang selama 7 hari dalam seminggu dan tak jarang mendapat perlakuan kasar.
Lasmirah bertemu dengan Tuan Kei, tamunya yang berlaku lembut kepadanya. Ada juga Yamada, tentara menengah Jepang yang tertarik dengan Lasmirah dan kerap memberikan janji akan membawa Lasmirah berumah tangga ke Jepang. Lain lagi dengan Pram, seorang priayi Jawa yang juga tertarik dengan Lasmirah. Perjalanan Lasmirah di Asrama Telawang mulai dari perlakuan kasar Cikada sang ketua asrama sampai kisah cinta yang manis sekaligus tragis sangat mengalir.
Menegangkan, penuh haru dan menggerakkan hati. Itu yang saya rasakan selama membaca buku karya E.Rokajat Asura ini. Penggambaran tokoh, karakteristik, dan latar tiap adegan ditulis sedemikian rupa dengan detail, saya sendiri dapat membayangkan tiap peristiwa dengan baik. Akhir cerita buku ini juga mengagetkan, bikin kesal sampai saya bilang “Siapa sih penulisnya?! Jahat banget!”. Gitu.
Cerita tokoh Lasmirah benar-benar mengiris hati saya. Ia masih muda, polos, belum mengerti banyak hal namun nekat untuk pergi ke Borneo menjadi penyanyi. Peristiwa yang ia alami betul-betul menyakitkan. Perlakuan Yamada kepada Lasmirah yang cinta-tapi-kasar itu mengingatkan saya pada abusive relationship. Saya juga jatuh cinta dengan tokoh Pram, alias siapa yang tidak. Ada sebuah dialog kesukaan saya antara Lasmirah dan Pram :
“Aku akan berangkat menuju medan tempur, dilepas oleh seorang perempuan yang berdiri di ambang pintu, dengan senyum dan tatap mata yang tak akan pernah aku lupakan.” Jelas Pram
“Siapa perempuan itu?.” Tanya Miyako
“Perempuan itu tak lain adalah kau, Miyako” ujar pram

Walaupun terkadang penulisannya agak membingungkan dengan alur yang tiba-tiba mundur, kemudian maju lagi tanpa tanda yang jelas tapi hati saya tergerak membaca buku ini. Banyak hal yang memuat penderitaan wanita kala itu. Bukan hanya saat dipaksa menjadi budak seks, tapi juga bagaimana wanita-wanita kala itu tidak memiliki banyak pilihan untuk bertahan hidup. Tumbuh, diperistri, beranak dan tinggal di rumah. Bagi saya hal ini seharusnya menohok para wanita jaman sekarang yang tidak perlu merasakan hal itu lagi. Ini menjadi pendorong dan penyemangat saya untuk terus belajar.
Secara keseluruhan, saya sangat merekomendasikan buku ini untuk dibaca seluruh kalangan masyarakat di Indonesia. Kamu sudah baca juga? Pendapatmu gimana? Tulis ya di kolom komentar!.

Komentar